Sejarah Batik Encim, Batik Peranakan Tionghoa
Sekarang ini, batik encim sudah menjadi banyak pilihan masyarakat. Kami akan mengulas sedikit tentang sejarah berkembangnya batik ini di Indonesia.
Kata encim sendiri pada dasarnya merupakan turunan dari bahasa Tionghoa, yaitu ‘cici’, yang berarti kakak. Adanya interaksi antara kaum pribumi Jawa pada saat itulah yang menyebabkan kata ‘cici’ bisa berubah menjadi ‘encim’ yang akhirnya digunakan hingga saat ini. Oleh karena itu, batik peranakan Tionghoa kemudian dikenal sebagai batik encim, yang berarti batik yang digunakan oleh kakak atau perempuan Tionghoa.
Berkembangnya batik peranakan Tionghoa di Indonesia ini diawali oleh masuknya para pedagang Tionghoa ke Indonesia, tepatnya daerah utara pesisir Jawa. Sebagian besar dari mereka menetap di daerah Lasem, Cirebon, Pekalongan, hingga Semarang. Dengan membaurnya mereka dengan penduduk sekitar, terjadilah asimilasi kebudayaan yang ditunjukkan oleh munculnya batik encim yang berpadu dengan kekhasan Nusantara.
Pada awalnya, batik dengan motif tradisional Tionghoa ini digunakan sebagai tokwi, kain penutup altar yang merupakan dekorasi simbol religius untuk upacara adat seperti ulang tahun, kematian, pernikahan, dan upacara tradisional Tionghoa lainnya. Selain tokwi, batik Tionghoa ini juga digunakan untuk taplak meja dan hiasan dinding seperti umbul-umbul. Hingga penghujug tahun 1910, patra dan warna batik peranakan Tionghoa ini mulai banyak digunakan sebagai busana.
Sebagai bagian dari kebudayaan yang kerap berubah, batikpun banyak mengalami perpaduan dan perubahan. Keadaan pasar yang saat itu didominasi oleh batik Belanda ternyata mempengaruhi batik Tionghoa pula. Pada masa penjajahan Belanda ini, motif batik peranakan mendapat sentuhan Eropa, seperti motif bunga mawar, rangkaian bunga, hingga buket. Motif inilah yang kemudian dikenal sebagai batik buketan. Tak hanya itu, kebudayaan Eropa juga melahirkan batik dongeng, yakni batik dengan motif dongeng-dongeng Eropa seperti Cinderella, Hansel dan Gretel, hingga Red Riding Hood.
Pada zaman penjajahan Jepang pula, muncul batik Hokokai. Perpaduan batik Tionghoa dan budaya Jepang ini dikenal dengan tanahannya atau latar belakang yang rapat dan penuh. Hal tersebut ternyata disebabkan oleh budaya pada saat ini dimana para wanita lebih banyak menghabiskan waktu di rumah dengan membatik.
Begitulah ulasan singkat tentang masuknya batik peranakan Tionghoa di Nusantara. Hingga sekarang, batik encim atau peranakan Tionghoa ini terus berkembang digunakan sebagai busana dengan berbagai macam rancangan dan model, dan akan terus mengalami perpaduan dengan budaya yang sedang berkembang.
Source
Leave a comment
This site is protected by hCaptcha and the hCaptcha Privacy Policy and Terms of Service apply.